Sabtu, 30 Juli 2011

Muhammadiyah tolak yahudi jadi agama baru Indonesia

SURABAYA- Bergulirnya isu komunitas Yahudi yang akan merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Israel menimbulkan wacana Yahudi bakal menjadi agama baru di Indonesia.

Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam, Muhammadiyah, dengan tegas menolak dengan tegas jika agama Yahudi masuk ke Indonesia.

"Apapun alasannya kami tidak sepakat jika Yahudi menjadi agama baru di Indonesia, karena bertentangan dengan Konstitusi yakni hanya lima agama yang diakui oleh undang-undang," kata Ketua Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Tohir Luth di kantor PWM, Jalan Kertomenanggal, Surabaya, Jumat (13/5/2011).

Kekhawatiran Yahudi bakal menjadi agama baru karena kondisinya sama dengan yang dialami oleh Agama Kong Hu Chu. Namun menurut Tohir, Kong Hu Chu tidak diakui secara konstitutional. Sebab, agama yang diakui Undang-undang hanya ada lima yakni, Islam, Kristen Protestan, Kristen Katholik, Hindhu dan Budha.

"Kong Hu Chu tidak disebut sebagai agama yang diakui dalam Konstitusi. Sebenarnya kita berbuat double standard. Artinya pemerintah mengakui, tapi Konstitusi tidak," ujarnya.

Dia menambahkan, sebenarnya kalau mau gentleman, pemerintah harus berani mengubah konstitusi untuk mengakui agama Kong Hu Chu itu. "Kong Hu Chu bukan agama yang diakui. Kalau Yahudi jadi agama di Indonesia kami tidak setuju dan itu (5 agama-red) sudah harga mati tidak ada lagi tambahan agama baru di Indonesia," tegas Tohir.

Sementara terkait perayaan HUT Israel, dia menyerahkan kepada pemerintah. Sebab, Muhammadiyah tidak punya kewenangan untuk melarang.

"Itu hak mereka, kami tidak punya kewenangan untuk melarang dan pemerintah harus tegas," tukasnya.

sejarah INDONESIA dimata dunia

Pada zaman purba, kepulauan tanah air Indonesia disebut dengan beraneka ragam nama.

Dalam catatan bangsa Tionghoa kawasan kepulauan Indonesia dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut Selatan).

Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara (Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang).

Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa (Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza’ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil “Jawa” oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun.

Dalam bahasa Arab juga dikenal Samathrah (Sumatra), Sholibis (Sulawesi), Sundah (Sunda), semua pulau itu dikenal sebagai kulluh Jawi (semuanya Jawa).

Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah “Hindia”. Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka” dan daratan Asia Tenggara dinamai “Hindia Belakang”. Sedangkan tanah air memperoleh nama “Kepulauan Hindia” (Indische Archipel, Indian Archipelago, l’Archipel Indien) atau “Hindia Timur” (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang juga dipakai adalah “Kepulauan Melayu” (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l’Archipel Malais).

Pada jaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur).

Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita, yaitu Insulinde, yang artinya juga “Kepulauan Hindia” (bahasa Latin insula berarti pulau).
Awal Mula Nama “Nusantara”

Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang dikenal sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli), memperkenalkan suatu nama untuk tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata “India”.

Nama itu tiada lain adalah Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.

Pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit, Nusantara digunakan untuk menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar, seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Sumpah Palapa dari Gajah Mada tertulis “Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa” (Jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat).

Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu “nusa di antara dua benua dan dua samudra”, sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama Hindia Belanda.

Sampai hari ini istilah nusantara tetap dipakai untuk menyebutkan wilayah tanah air dari Sabang sampai Merauke.

Awal Mula Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh.

Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations. Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis:

“… the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would become respectively Indunesians or Malayunesians”.

Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan:

“Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago”.

Ketika mengusulkan nama “Indonesia” agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.

Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air pada tahun 1864 sampai 1880.

Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah “Indonesia” itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil istilah “Indonesia” itu dari tulisan-tulisan Logan.

Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.

Nama indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti indisch (Hindia) oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti dengan indonesiƫr (orang Indonesia).

Tenyata seru juga mempelajari sejarah Negara kita sobs……. Banyak yang ternyata kita belom tau. Nah semoga dari baca ini kita semua jadi semakin tau, ternyata Inilah Indonesia..

Jumat, 29 Juli 2011

Sejarah bahasa indonesia

Bahasa indonesia diangkat dari bahasa melayu.ada beberapa alasan mengapa bahasa melayu dipilih menjadi Bahasa Indonesia , yaitu :
a) Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia , bahasa perhubungan , dan bahasa perdagangan.
b) Bahasa melayu sudah dikenal oleh banyak masyarakat.
c) Sistem bahasa melayu sederhana,dan mudah dipelajari karena bahasa melayu tidak mengenal tingkatan bahasa.
d) Bahasa melayu memiliki sifat terbuka untuk menerima pengaruh dari bahasa lain.
e) Suku-suku yang ada di Indonesia dengan suka rela menerima bahasa melayu menjadi bahasa indonesia sebagai bahasa nasional.
f) Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti luas.

Secara resmi bahasa melayu diangkat sebagai bahasa Indonesia tercatat dalam teks sumpah pemuda sebagai hasil kongres pemuda pada tanggal 28 oktober 1928 yang berbunyi:

Kami putra dan putri Indonesia
Mengaku bertumpah darah yang satu,tanah Indonesia

Kami putra dan putri Indonesia
Mengaku berbangsa yang satu,bangsa Indonesia

Kami putra dan putri Indonesia
Menjunjung bahasa persatuan,bahasa Indonesia

Selanjutnya setelah Indonesia merdeka ,Bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai bahasa Negara seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar Neagara Republik Indonesia Tahun 1945,BAB XV,Pasal 36

Berbagai peristiwa kemudian mengiringi bahasa Indonesia , baik dalam kedudukannya sebagai bahasa persatuan maupun bahasa negara .Peristiwa-peristiwa tersebut adalah:
a) Lahirnya ejaan resmi bahasa melayu yang disusun oleh Ch.A.Van Ophuijsen pada tahun 1901.
b) Berdirinya Commissie woor de volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat) tahun 1908,yang kemudian semakin mengembangkan bahasa Indonesia karena badan tersebut bertugas antara lain menerbitkan buku –buku berbahasa Melayu.
c) Terselenggaranya Kongres Pemuda tahun 1928 yang antara lain menghasilkan sumpah pemuda yang didalamnya tercantum pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
d) Di tandatanganinya UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945 yang di dalamnya tercantum pengakuan bahasa Indonesia .
e) Ditetapkannya Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah pada tanggal 31 Agustus 1972 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.

KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA

Kedudukan yang pertama bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa Persatuan. ini
sesuai dengan butir ketiga sumpah pemuda ,yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Ini berarti bahwa bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional yang kedudukannya diatas bahasa-bahasa daerah diseluruh nusantara. Dan kedudukan yang kedua adalah sebagai bahasa Negara. Hal ini sesuai dalam UUD 1945 Bab XV,Pasal 36 yaitu bahasa Indonesia berperan sebagai bahasa resmi kenegaraan.

FUNGSI BAHASA INDONESIA

a) Sebagai lambang kebanggaan kebangsaan,bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai luhur yang mendarasi perilaku bangsa Indonesia .diharapkan pula segenap anak bangsa bersedia menjaga,memelihara,dan mengembangkan bahasa indonesia.
b) Sebagai lambang identitas nasional,bahasa Indonesia kita harapkan mampu mewakili jati diri bangsa Indonesia.Kita diharapkan mampu menjaga identitas bahasa Indonesia dari pengaruh-pengaruh luar namun tetap tidak menutup diri.
c) Sebagai bahasa nasional,yaitu alat penghubungan antar suku bangsa.
d) Sebagai alat pemersatu.karena bangsa indonesia sangat rawan akan perpecahan karena terdiri atas berbagai suku bangsa.

Dalam kedudukannya sebagai bahasa Negara,bahasa Indonesia memiliki 4 fungsi yaitu:

1) Bahasa Indonesia dipakai di dalam segala upacara,peristiwa,dan kegiatan kenegaraan baik lisan maupun tulisan.
2) Bahasa Indonesia digunakan oloe Guru/Siswa/Pelaku pendidikan dalam lembaga pendidikan untuk proses pendidikan. Dan digunakan di seluruh wilayah Indonesia mulai dari tingkatan yang rendah seperti sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
3) Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa perhubungan pada tingkat nasional dalam perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya.
4) Bahasa Indonesia digunakan untuk mengembangkan kebudayaan,ilmu pengetahuan,dan teknologi.selain itu bahasa Indonesia digunakan untuk menyatakan nilai-nilai budaya dan nilai-nilai sosial yang kita miliki.
Dari hal diatas,jelas sekali betapa bahasa indonesia memang harus di gunakan dalam semua kegiatan-kegiatan berskala nasional,karena bahasa idonesia sudah di kukuhkan dalam UUD.serta masyarakat dituntut untuk sadar dan mencintai bahasanya sendiri agar rasa nasionalisme tetap terjalin dan terlaksana supaya bangsa kita tetap bersatu dan bahu membahu dalam menghadapi kehidupan mendatang.